Wajah sumringah paparkan jutaan rasa syukur yang sukar terlintas dalam bait kalimat. Setidaknya, itulah ekspresi yang jelas di wajahku.Tak mungkin kulupa saat di mana Bu Minah, wali kelasku memberi pengumuman hasil seleksi beasiswa keluar negeri yang menjadi impian sebagian besar pelajar di seluruh dunia ini.Dan aku, berkesempatan untuk merasakannya. Ah, betapa kata ‘Alhamdulillah’ yang rasanya begitu mudah terucap bibir, kali itu hanya terhenti di pangkal pita suaraku. Aku terpaku menatap langit yang dipenuhi awan putih, bersih.Hingga warna khaslangit yang biruhanyamengintip di sela-selaawanputihitu.
“Rin, gimana hasil seleksimu?” Tanya Tante Ria ketika kami berkumpul di depan sajian malam yang memancing selera.
“ Alhamdulillah, tadipengumumannya di bacakan, danRirinditerimamasuk di salahsatuuniversitas di Jepang.” Jawabkupolos.
“Oh, bagussekali.Teruskapankamubnerangkat?”
“Ririnjugabelumtahu, tapibesokinsya Allah Ririnmaukesekolah, sekaliancarikejelasantentangitu.”
Sementara kami berbincang-bincangdisertai rasa bahagia, di saat yang samaseseorang yang sedaritadiduduk di sampingTanteRiaberdiammenahankesal. Wajahnyamemerah, pandangannyaluruspadahidangan yang di piringnya.Seakaninignmelumathabissisaayamgorang yang tinggaltulangnya.
“KakLidya, Ririnlolosseleksi, kak.” Akumengarahpadanya.KakLidyamembeku.Wajahnyamenyimpan Tanya yang sulitkutebak.
“Pergilah!” Ucapnyatiba-tiba.Laluberpalingmeninggalkan kami yang salingberpandangankecewa.
Seusaimakanmalam, akuberniatmenemuikakLidya di kamarnya.Ketikapintukamarnyakuketuk, langkahseseorangmengagetkankudariarahbelakang.
“Mau apa?”KakLidyabertanyadengan nada khasnya yang selaluterdengarmenyayattiap kali berbincangdenganku.Matanyatajammendesakkearahku.Tegang.Tanpaekspresi.
“Ririnmau…”
“Mau apalagikamu?tidakcukupsemuaperhatian yang diberikanseisirumahiniuntukmu?”KakRirimembentak.Tangannyamengepalkeras.Giginyabergetar, menahanemosi yang belumterluap.Akumenundukkankepala.Keadaanseakanbertambahrunyam.
“Ada apaini?”TanteRiatiba-tibamenengahi kami. Akudiamtakmenjawab.SementaraKakLidyalangsungmenujukamarnya.Membantingpintulalumenguncinya.TanteRiamencobamengetukpintuitu, dengansesekalimemanggilnamanya. Namunsia-sia.KakLidyatakjuga member perhatianpadaTanteRia yang mulaitampakkhawatir.
# # #
Jarum jam menunjukpadaangka 8, ketikaakutelahsiapmenujusekolahdimanaakupernahmenimbailmuselamabeberapatahunini.
Perlahankulintasitangga di depankamarkusebelumsuaraberisikdariruangmakantiba-tibamenghentikannya.
“Inisemuakarena dia. Kalausajadiamenurutikeinginanibusaatitu, semuatidakakanberakhirsepertiini.Dan ibutidakharusmengorbankannyawanyauntukmenyelamatkannya.”GelegarsuaraKakLidyaterdengarjelasditelingaku.Akumengerutkankening.
“Tidakada yang salahdalamkejadianitu.Semuasudahtakdir, kitatidakbolehmenyalahkansiapa-siapa.”TanteRiamembantahhardikanKakLidyabarusan.
“Apapunpendapattanteakutidakpeduli.Akutetaptidaksudimempunyaiadikseorangpembunuh.Akutidakpernahsudi!”KakLidyameneriakkan kata-kata itu, Membuatkakikukehilangankekuatanuntukberdiri.Air matakuberhasilmenembusbentenghati yang telahrusakparah.Akuberlarimenujukamardengantetesan yang tumpahruahmembasahipipiku.
Tak lama setelahkajadianituakumengertibahwatatapanbenciKakLidyapadakubukannyatakberalasan, melainkanbentukprotesnyaataskajadian yang menimpaibu 14 tahunsilam.
Kala itu, hujanmenyaputhalusseisikota Bandung. Aku yang baruberusia 4 tahuninginsegeramenyambuttiapbutirrahmatitu.Akupunkelurrumah.Biarkanhujanpecah di tubuhku.Ibu yang menyadarihalitu, menyuruhkuuntuksegeramasuk.Namun, akumembandel.Kemudianakupergimeninggalkannya.
Akuberlarimenujugerbang yang sedikitmembuka.Kulayangkanpandanganpadaseisijalan yang takbegituramai.
Seekorkucing yang basahkuyupberteduh di antarasemak-semak di seberangsana. Aku pun segeramemotongjalan.Sekedarmelihatkeadaankucingitu.
Namun, di saat yang samasebuahtrukmelintasijalandengankecepatan di atas rata-rata. Akutakmenyadarinya.Tiba-tibaakuterdorongdaribelakang.Dan tersungkurketepijalan.Suara rem mobilmenyeretsesuatuterdengarbegitutragis.Akutersadarketikamobilitumemacudengankecepatantinggimeningalkan tragedy yang belumusai.
“Ib…..!!!!!”Akumenjerittatkalamendapatiwajahibu yang bersimpahdarah.Akumenggoyang-goyangtubuhibu, menangisdanterusmenangis.Namunpercuma.Ibutakpernahlagibangunsetelahkejadianitu.
# # #
“Hati-hati di jalanya, sayang!”TanteRiamenangismelepaskanku.
“Iya.Tantebaik-baik,ya !” Kukecupkeningwanitaseparuhbaya yang telahkuanggapsebagaiibuitu.
Ketikahendakmemasuki taxi, akutersadarbahwa hand phone kutakada di sakucelana.Tempatakubiasamenaruhnya.
TanteRiamenangkapkecemasan di wajahku. Ia pun dating menghampiriku.
“Ada apasayang?”
“HP Ririnketinggalan di kamar, Tante.”Ririrnmengernyitkankening,”Ririnmasukdulu, ya.”
“Eh, nggakusah!”TanteRiamencegahku,”BiarTantemintaLidya yang mengambilkannya.”
TanteRiakemudianmenyuruhkakLidya yang telah lama berdiri di sampingnya.
“Lid, tolongambilkan HP Ririn di kamarnya, ya?!”
KakLidya yang diperintahkansepertiitu, langsungberlaludenganlangkahmalasdanwajahmuram.Akusedikitsungkanpadanya.
Ketikamemasukikamarku, matanyalangsungmenyorotpada HP BlackBerry berwarnahitampekat di atasmeja.
Ia pun mendekatdanmencobameraihnya. Tiba-tibamatanyatertarikpadasepucukkertas yang terlipatrapi di antarabuku-buku yang menumpuk.Iaterkejutketikamembukakertas yang ternyataadalahsebuahsurat.
UntukkakLidya
Kak, Ririnsenang bias melewatihidupbersamaKakakdanTanteRia. SepeninggalanIbudan ayah, memangterasasangatberat. Tapi, RirinsudahcukupbersyukurmempunyaiKakaksepertiKakLidyadanTantesebaikTanteRia.
Kak, Ririnmintamaafkalauselamaini, Ririnbelumbisaadik yang baikuntukKakak.Dan selalumenyusahkankakak.Ririnmintamaaf, Kak.Ririnmengambilbeasiswainitidakbermaksuduntukmeninggalkan.Tapi, RirinhanyatidaktegamembiarkankakakdantanteRiabekerjabantingtulanguntukmembiayaisekolahRirin.
Ririnjanji, Kak.SuatusaatnantiRirinakanmencapaicita-citaRirin. Dan kalaukitasudahpunyauang, kitaakancobajalanihidupbaru, di rumah yang baru. ItujanjiRirin, Kak.Janjiseorangadik.Ririn saying kakLidya.
RirinSeptiani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar